Pengalaman Istri Bule Jelek Ketika Liburan

Penggunaan kata bule di posting ini bukan bermaksud rasis, melainkan untuk mempermudah pembahasan.

Ketika google “istri bule”, kata pertama yang muncul setelah istri bule adalah “jelek”. Sepertinya memang stereotipe paling populer adalah istri bule itu jelek atau istri-nya bule jelek. Terlepas benak si pencari, seperti yang disebutkan oleh Desi Sachiko, soal jelek atau tidaknya seseorang adalah penilaian yang pribadi. Misalnya ada teman yang bilang Brad Pitt ganteng, tapi menurut saya enggak (sori, Oom Pitt).

Suami saya warga negara Belanda dengan orang tua dari Friesland. Dia berkulit putih, rambut pirang (sekarang botak), tinggi nyaris 2 meter dengan bola mata biru. Tak pelak lagi, dia masuk kategori “bule” standar Indonesia. Sekedar latar belakang tentang hubungan kami, saya bertemu suami (biasanya saya sebut Dutchie di blog indahs.com) ketika saya kuliah S2 di Belanda dan saya lulus kuliah tepat waktu.

Sudah banyak tulisan blogger Indonesia mengenai suka duka orang Indonesia yang memiliki pasangan warga negara asing kategori bule, seperti Minta Bule Dong,Β Dear Bule Hunter: Tinggal di Luar Negeri itu Nggak Enak, Macarin Bule,Β Pasangan Saya Bule, Ada Masalah??, dan lainnya. Apesnya, stereotipe kurang meng-enak-anΒ atas hubungan perempuan Asia dengan laki-laki bule bukan di Indonesia saja, tapi juga di luar Indonesia. Ada beberapa pengalaman saya saat liburan yang bisa jadi diakibatkan karena stereotipe. Kalau pengalaman di Indonesia sudah gak kehitung deh…

Ketika di India..

Saat Dutchie dan saya check-in di sebuah hotel, saya sudah merasa ada sekelompok bapak-bapak di lobi hotel yang terus memperhatikan kami sejak memasuki lobi hotel. Begitu dapat kamar, Dutchie langsung tidur pulas karena kecapaian setelah perjalanan semalaman dengan kereta malam. Saya coba tidur, tapi gak bisa juga, akhirnya saya memutuskan ke resepsionis untuk mengecek apakah mereka punya paket tur buat besok. Pas saya menunggu resepsionis untuk melayani saya, salah satu bapak-bapak dari kelompok yang ngeliatin kami pas check-in menghampiri saya dan ngomong dalam bahasa lokal. Saya sempet terdiam sejenak. Pas mau jawab pakai bahasa Inggris, eh si resepsionis yang sibuk (tapi ternyata nguping), tiba-tiba berbicara ke bapak tersebut dalam bahasa lokal dan si bapak pun melengos lalu meninggalkan saya.

Saya tanya dong ke resepsionis. Dijawabnya gini; “I am so sorry, Madam. That man was asking if you are free tonight to company him in his room. I replied that you are staying with your husband and you are not from India.” (Mohon maaf, Ibu. Bapak tersebut bertanya apakah anda bebas malam ini untuk menemani dia di kamarnya. Saya jawab, anda menginap bersama suami anda dan anda bukan dari India.)

Ketika di Filipina….

Saya dan Dutchie baru sampai di Dive Center (tempat untuk daftar menyelam, maaf, belum tahu bahasa Indonesia yang resmi), lagi ngeliatin peta lokasi penyelaman di tembok. Tiba-tiba ada mbak-mbak bule datang dan menepuk bahu saya, terus bilang (dengan nada menyuruh),

Could you make sure my (underwater) camera and my stuff brought to the boat today? Don’t forget them, ok!” (Pastikan kamera (untuk bawah laut) saya dan peralatan (diving) saya dibawa ke perahu hari ini? Jangan lupa, ok!).

Nah, belum sempat saya jawab dia, eh, si mbak-mbak itu langsung nyapa Dutchie (dengan nada super ramah),

Hi, how are you? Are you going to dive with us today? It was really good dive yesterday!” (Hai, Apa kabar? Apakah kamu akan menyelam bersama kita hari ini? Kemarin penyelamannya bagus sekali!)

Setelah tahu saya ini tamu penyelam juga, si mbak-mbak bule tersebut gak ngomong lagi sama saya dan Dutchie, walaupun kita di perahu yang sama dan semua barangnya kebawa ke perahu.

Dalam beberapa liburan, saya sering dianggap bukan pasangan hidup Dutchie. Ada manajer dive resort yang bertanya dimana saya tinggal, persis setelah dia nanya tempat tinggal si Dutchie dan sudah dapat jawaban dari Dutchie pula. Lah gimana, wong pasangan hidup, ya satu kota dong. Saya bisa lihat dari ekspresi mukanya yang kelihatan kaget pas Dutchie yang jawab kalau saya juga tinggal di Rotterdam (waktu itu). Entah apa yang ada di benak orang ini sebelumnya.

Prasangka atau stereotipe sebenarnya bukan masalah buat saya dan apalagi Dutchie (dia itu cuek bebek). Namun, sering saya membayangkan bila ras saya dan Dutchie sama, mungkinkah mereka bereaksi serupa?

Bagaimana menurut kalian?

17 comments

  1. Wah kok kesannya kalau ras Asia macam kita jalan sama bule itu jadi timpang ya mbak? Dari semua cerita di atas, hampir semua nyebelin ya. Dan anehnya ketika orang2 itu salah sangka, kok pada gak minta maaf.

    Like

  2. Mba Ind, ini blog baru ya?

    Hahaha jahat bgt yaaa yg no 1 dan 2 itu. Dulu pas kami msh pacaran aku pernah dikirain tour guide mba. Ditanyain “bawa group darimana mba?” Padahal kita jalannya rame2 dan cuman si Matt doang yg bule hahaha

    Like

    • Duh, coba bikin blog baru tapi tetep keteter πŸ˜€ maaf ya baru balas komentar sekarang. Kadang suka gemesin kalau sudah ada praduga yang gak keruan. Masih susah buat orang di dunia untuk melihat ada kesetaraan dalam hubungan laki-laki dan perempuan beda ras..

      Like

  3. Memang racial profiling itu menyebalkan Ndah. Dipikir bule superior, kita bagian pelayanan.

    Udah gw follow ini blognya. Ditunggu cerita selanjutnya.

    Like

    • Yen..maaf banget baru bales sekarang, keteter juga ini blog baru 😦 masalahnya mungkin disitu kali ya, bule itu masih superior dari kulit berwarna 😦

      Like

  4. Ya Tuhan. Kalau aku sudah pasti darah tinggi kalau dapat pengalaman kaya gitu. Ampun deh!!!

    Untungnya selama liburan ke Indonesia kemaren nggak masalah, cuman si pacar aja sempet di “godain” sama mbak2 Garuda Indonesia di Cengkareng (dia datengnya sendirian karena saya sudah di Indonesia seminggu sebelumnya). Selama di Bali & Gili justru saya dikira orang asing terus, dan mereka kaget ketika tahu saya bisa bahasa Indonesia. Ada2 aja.

    Like

    • Emang sempet kesel banget pas menghadapi peristiwa ini, cuman si suami ini yang santainya bukan kepalang, dia itu yg menenangkan dan punya prinsip, peduli amat kalau gak kenal, ya gak usah dipusingin..hahahaha…
      Maaf banget ya baru bales komentar sekarang, ternyata punya dua blog itu ribet juga.. πŸ˜€

      Like

  5. Eh busyet kok segitunya ya…hhhmmm…aku sih blm ngalamin yg begini cuma pas di surabaya ada bapak2 *berbahasa madura dg temen2nya pas aku n hubby lewat mrk bilang “tuh istrinya kecil kyk lidi suaminya gde gtu kok ya kuat 😑 lebih ke pelecehan sexual kalau yg aku alami

    Like

  6. Halo mbak, salam kenal yaa πŸ™‚

    Pengalaman mbak yang di India itu, persis sama temen saya yang nikah sama orang Jerman. Pernah nggak dianggap sama pegawai mall pas lgi belanja, trus suaminya marah sambil blg ke mbaknya ‘sorry, she is my wife. treat her nice.’ waktu mereka lgi mau mbayar belanjaan, yang digubris cuma si suaminya.

    semangat terus mbaaa, cuekin aja si haters hihih

    Like

  7. Dear mbak Indah,

    Saya sedang berpacaran dengan laki-laki Belanda dan sudah berniat untuk ke jenjang yang lebih serius. Kendala hanya saya belum pernah bertemu secara langsung dengan orang tua pacar saya, hanya bertemu sebatas skype. Kali ini pacar saya berniat untuk memboyong saya ke Belanda untuk bertemu ibu-ayahnya. Rencananya akan memakai Visa Application atas dasar mengunjungi teman/keluarga. Berkaitan dengan hal tersebut, apakah mbak Indah punya pengalaman membuat visa schengen disertai dengan undangan? Kalau ada, mohon sharing pengalamannya dong mbak. Saya sudah coba email Kedutaan Belanda beberapa pertanyaan namun sampai saat ini belum ada jawaban. Sangat berharap ada respon dari mbak Indah.

    Groetjes,
    Nazelia

    Like

    • Halo Nazelia, selamat ya akan bertemu calon mertua. Saya pernah mengundang ibu saya dari Indonesia ke Belanda. Di website Kedutaan Belanda di Indonesia ada kok daftar dokumen yang harus di penuhi. Surat undangan dari pacarmu sebaiknya ditambahkan juga formulir yang disahkan oleh pemerintah setempat, namanya formulirnya Garantstelling Bewijs – itu bisa diperoleh di kantor Gementee (kayak pemda-nya Belanda gitu deh). Slip gaji pacar dan jaminan asuransi juga penting. Sekali lagi, saran saya, lengkapi semua dokumen yang diminta oleh Kedutaan. Infonya lengkap kok di websitenya, saya juga dapat informasinya di situ. Semoga sukses ya.

      Like

Leave a comment