Bahasa Gado-Gado Indonesia Inggris (Indolish)

Mungkin karena saya kelamaan tinggal di luar Indonesia sehingga bahasa Indonesia saya stagnan pada masa Indonesia di awal tahun 2000. Kini, ketika membaca tulisan hasil karya penulis Indonesia dengan perpaduan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, saya jadi meringis sendiri. Antara miris, geli dan gemes.

Miris karena perpaduan bahasa tersebut terlihat seperti bukan hasil karya seorang penulis. Geli karena jadinya kok lucu, ini hasil karya tulisan serius apa buat percakapan gaul? Gemes, terutama dan biasanya ada kata dalam bahasa Indonesia yang bisa digunakan untuk mengganti kerancuan kosa kata Inggris-Indonesia tersebut.

Berikut hal-hal yang biasanya bisa ditemui di dunia tulis-menulis di Indonesia belakangan ini

Pertama: Kata dalam bahasa Inggris dan imbuhan

Ini kasus sepertinya sudah berada di mana-mana termasuk dalam penulisan buku. Misalnya:

Di-supervise
Sumber: Langkah Sukses Menjadi Peternak Domba dan Kambing secara Otodidak (oleh: Hardiansah “Doddy” Ismail, S.E. M.Si)

Padahal kata “supervise” ada bahasa Indonesianya. Kalau tidak tahu dan tidak punya kamus, silahkan cek Google Penerjemah. Google ternyata bisa lebih tahu daripada orang Indonesia sendiri.

Kedua: Kreatif, menciptakan kata baru

Pertama kali saya membaca kata “kaotis” sebenarnya di majalah Tempo pada masa lampau. Kata “chaos” diterjemahkan jadi “kaotis.” Entah kenapa akhirnya bisa masuk juga kata kaotis ini ke dalam Kamus Indonesia, dengan kata dasar “kaos” – yang sepengetahuan saya berarti salah satu model baju.

Kaos dan kaos

Contoh kreatif kedua dengan mengganti kata asli dari C jadi K lalu ditambah pula imbuhan. Padahal ada bahasa Indonesia yang cantik untuk makna ini seperti “meliput” atau “melakukan investigasi”

Mengkover
Sumber: Spotlight dan jurnalisme kekerasan seksual

Terusterang kekreatifan seperti ini membuat saya tidak bergairah membaca lebih lanjut, walau materi tulisan menarik.

Ketiga: Kata dalam bahasa Inggris + isasi

Ingat Vicky Prasetyo dengan bahasa Indonesia campur aduk bahasa Inggris? Ini ternyata memang digemari terutama bila kata dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia terkesan kurang “wah.”

Pavingsasi

Pas baca artikel ini, saya sempat bingung apa arti pavingisasi. Ini bentuk kata benda atau kata kerja? Sampai cek di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan seperti yang diduga, kamus pun tidak tahu ada kata pavingisasi dalam bahasa Indonesia.

Paving sebagai kata benda biasanya diterjemahkan ke tegel atau ubin. Bisa dibayangkan untuk menjadikan kata benda seperti tegel menjadi tegelisasi tidak terlihat punya faktor WOW dibandingkan bahasa Inggris+isasi.

Keempat: Judul Buku dan materi buku dalam bahasa yang berbeda 

Ada penulis yang gemar menggunakan bahasa asing sebagai judul bukunya. Saat pertama kali saya menemukan buku karya seorang penulis Indonesia dengan judul berbahasa Inggris, saya sungguh terpukau, ‘Hebat, penulis Indonesia sekarang sudah menulis dalam bahasa Inggris.’ Tapi pas buka buku, isinya ternyata berbahasa Indonesia dan penulisan bahasa dengan permasalahan yang saya sebutkan sebelumnya.

Kadang hal ini membuat buku menjadi rancu identitasnya, ini hasil karya orang asing atau hasil karya orang Indonesia. Nama orang Indonesia belakangan ini kan kebarat-baratan atau kearab-araban. Jadinya ya seperti buku ini:

org indonesia apa org bule

Saya tidak tahu siapa Diego Christian pada awal pertama melihat sampul buku ini. Saya kira ini penulis asing yang menulis dalam bahasa Inggris lalu dapat rekomendasi dari orang Indonesia. Ternyata penulis adalah orang Indonesia (lulusan Sastra Indonesia pula) dan bahasa Inggris hanya di sampul buku aja.

Ada argumen bila kata dalam bahasa Inggris terkadang lebih mengena maknanya ketimbang kata dalam bahasa Indonesia sendiri. Argumen ini justru menyedihkan saya. Bukannya itu berarti kita lebih memiliki kedekatan dengan bahasa yang bukan bahasa ibu kita? Walaupun tidak salah, namun menyedihkan. Apakah penulis Indonesia memang tidak ada kebanggaan untuk menggunakan bahasa ibu dalam hasil karyanya?

Biarkanlah bahasa gaul ala gado-gado menjadi bahasa pergaulan. Namun ketika menulis, mari gunakan bahasa ibu kita sebaik mungkin karena tidak bisa dipungkiri, tata bahasa tulisan seorang penulis dapat mempengaruhi pembacanya.

 

17 comments

  1. Kemarin gw baca kata selebrasi di salah satu media ternama Indonesia. Sepertinya kata ini dari celebration, perayaan. Kok aneh ya gw dengernya, selebrasi?

    Walaupun blog gw 95% posnya dalam bahasa Inggris tapi ngga rela juga baca kalimat bahasa Inggris dalam buku-buku Indonesia. Apalagi kadang kalimat ini ada salah tata bahasa. Gemes.

    Liked by 1 person

    • Selebrasi 😀 😀 – aduh bener deh, kalau baca bahasa baru seperti ini rasanya bener-bener nyakitin, padahal ada bahasa Indonesianya 😦 Biasanya dimulai dari para wartawan yg nulis berita juga nih…

      Padahal para penulis buku dan penulis berita seperti wartawan kan biasanya kan punya editor juga ya, gw suka heran apa editornya gak melihat masalah kacaunya penulisan bahasa Indonesia oleh profesional penulis belakangan ini..

      Like

    • Iya, blogger memang banyak melakoni 😀 tapi memang bahasa blog biasanya bahasa yg ringan dan pergaulan. Permasalahan bahasa ini lebih kepada penulis buku dan berita sebenarnya yang sehari-hari menulis karena profesi. Jadi sepertinya bahasa pergaulan terbawa ke dalam gaya penulisan, kadang jadi terkesan tidak serius.

      Like

  2. Kalo yang nomer dua tadi, mungkin kata ‘kaotis’ itu diserap dari kata ‘chaos’ dalam bahasa Inggris mba Ind, hehehe. Sama seperti kata ‘rapot’ diserap dari ‘report’ yang artinya laporan, nah kalo rapot kan dipahami sebagai laporan hasil belajar.
    Jadi, kemungkinan Indonesia udah melakukan penyerapan kata dari bahasa Inggris yang dilakukan dengan inisiatif sendiri makanya nggak terdaftar di Kamus Besar Bahasa Indonesia hahahaha.
    Lahirnya kata-kata baru justru membuat orang2 yang awam dengan itu menjadi bingung, apalagi yang selalu berkiblat ke KBBI. Hehehe

    Like

  3. Aku nulis juga masih campur2, mba Indah.. huhuhu.. Tapi memang pas dulu kerja di salahs atu majalah wedding di Jakarta, setiap tulisan yang masuk memang ada editornya, walaupun pernah juga, hasil tulisan setelah lewat editor masih ada yang kurang pas juga.. Tapi Pavingisasi itu sih parah banget..

    Liked by 1 person

  4. Memang serba-serbi sihh. mungkin dari kaca mata Indah, yang suka bahasa tertata memang menjadi aneh. tapi bukan meng “iyakan ” juga bahasa sasi-sasi or gado2in tadi. mungkin sihh sekarang lebih mudah di cernah kalo bahasanya tidak terlalu baku. namun, jika dibiarkan bisa jadi masalah dikemudian hari. kyk salin | tempel, unduh unggah, jujur memang aneh kedengarannya dulu. tapi itu bahasa asli.
    kalo dari saya pribadi yang parah adalah jika webnya adalah “BERITA”, sangat tidak suka jika judul dengan isi berbeda. terus iya, judul diberi “Ini dia penyebab lalu lintas macet”. parahnya ada koran entah itu koran murahan atau tidak diberi judul “Jably tewas di rel kereta api”. what?? jably?. asli gak terima banget. tp alangkah baiknya pakai EYD. salah satu penyanyi yang menggunakan EYD adalah EBIET G ADE.

    Liked by 1 person

    • Bener Nandito..baca berita di media Indonesia suka bikin saya pusing. Kadang buntutnya saya kok jadi polisi bahasa..hahahaha…Mungkin belum ada prosedur editorial yang wajib dilakukan oleh para editor media massa. Mestinya sih organisasi seperti AJI membuat prosedur editorial agar bahasa yang digunakan rapi dan tetap mempertahankan bahasa Indonesia yang selayaknya.

      Like

  5. Wah aku banget! Suka campur-campur bahasa. Terkadang mootivasi utama untuk penggunaan gado-gadi kata ini adalah untuk mengundang minat pembaca. Variasi itu untuk membius. itu saja! Memang relevannya di artikel gak resmi sih. Tapi kedepannya mungkin akan banyak muncul kata-kata serapan yang diambil dari Bahasa Inggris. Who knows??

    Like

  6. Hahahaha…Bener emang, sekarang banyak yang pake Indonglish. Kalau sekedar buat tulisan bergaya percakapan atau curhat dan opini pribadi di semacam blog gitu sih masih bisa di mengerti ya… Tapi kalau untuk karya literatur atau produk jurnalistik kayanya kok kebangeten memang.

    Like

Leave a comment